Showing posts with label Tipe Diabetes. Show all posts
Showing posts with label Tipe Diabetes. Show all posts

Thursday, 24 November 2016

Tes Toleransi Glukosa Pada Pengidap Diabetes

Tes Toleransi Glukosa Pada Pengidap Diabetes, jika seseorang termasuk dalam kelompok yang dapat terkena penyakit diabetes, maka disarankan untuk melakukan tes toleransi glukosa!

Tes Toleransi Glukosa Pada Pengidap Diabetes adalah Penyaringan penyakit dibetes dengan melakukan Tes Gula Darah Puasa dan Tes Gula Darah 2 jam setelah makan. Mengingat melakukan 2 Tes di atas di Laboratorium Klinik biayanya sama besar dengan Tes Toleransi Glukosa, maka sebaiknya langsung saja melakukan Tes Toleransi Glukosa.

Faktor risiko diabetes yang harus melakukan tes toleransi glukosa:

  • Kelompok usia dewasa tua (45 tahun ke atas).
  • Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)} IMT atau Indeks Masa Tubuh = Berat Badan (Kg) dibagi Tinggi Badan (meter) dibagi lagi dengan Tinggi Badan (cm), misalnya Berat Badan 86 kg dan Tinggi Badan 1,75meter, maka IMT = 86/1,75/1,75 = 28 > 27, berarti memiliki faktor risiko diabetes.
  • Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg).
  • Riwayat keluarga DM, ayah atau ibu atau saudara kandung ada yang terkena penyakit diabetes.
  • Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram.
  • Riwayat DM pada kehamilan.
  • Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl.
  • Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa terganggu).
Banyak orang berpendapat, bahwa orang kurus tidak dapat terkena diabetes, hal ini tidak benar, terutama orang kurus dengan perut buncit yang disebut obesitas sentral. Menurut Public Health England 2014, seseorang dengan perut buncit apakah kurus apakah gemuk dengan lingkar pinggang melebihi 80 centimeter bagi wanita dan melebihi 90 centimeter bagi pria memiliki tingkat risiko 7 kali lebih besar terkena diabetes daripada yang tidak buncit. Buncit berarti kelebihan asupan makanan dan mengundang terjadinya diabetes.

Thursday, 3 November 2016

Pengertian Penyakit Diabetes Melitus Tipe 3

Pengertian Penyakit Diabetes Melitus Tipe 3 Merupakan Jenis Penyakit Diabetes Yang Menyerang Ibu Hamil Dan Merusak Janin!
Pengertian Penyakit Diabetes Melitus Tipe 3 atau Diabetes melitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan.
Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan kesehatan janin maupun sang ibu. Risiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia (berat bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf pusat, dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat produksi surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Hyperbilirubinemia dapat terjadi akibat kerusakan sel darah merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi, paling umum terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena kerusakan vaskular. Induksi kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar dapat akan dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan risiko luka yang berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.

Monday, 24 October 2016

Apa Arti Dari Diabetes Tipe 2 ?

Apa Arti Dari Diabetes Tipe 2 ? >> Mungkin pertanyaan ini sering daitanyakan selesai di diagnosa terkena diabetes tipe 2.
Diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes melitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati, penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.
NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia, lipodistrofi, dan sindrom resistansi insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines itu merusak toleransi glukosa.Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg (10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan (sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin (e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati (dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu (e.g., metformin), dan pada hakikatnya menipis pembalasan hormon insulin (e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes melitus tipe 2. Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria pada otot lurik. Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif, sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV.[31] Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik. Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.

Penyakit Diabetes Melitus Tipe 1

Penyakit Diabetes Melitus Tipe 1 >> Informasi lengkap tentang penyakit diabetes melitus tipe 1, yang penting untuk Anda ketahui!

Penyakit Diabetes Melitus Tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga. Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan diabetes yang dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80–120 mg/dl, 4-6 mmol/l).[butuh rujukan] Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140–150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events". Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.[butuh rujukan] Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis.[butuh rujukan] Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Pada orang yang sudah sepuh, biasanya gula darah sewaktunya dijaga di bawah 200 mg/dl saja dan tidak lebih rendah, karena dikhawatirkan dapat terjadinya 'hipo' atau gula darah di bawah 100 mg/dl, karena misalnya telat makan, makan lebih sedikit dari biasanya atau terlalu senang dengan aktivitas berlebih dari biasanya.
Saat ini mulai banyak dilakukan pemberian insulin kepada penderita diabetes type 2 yang secara terus menerus gula darah sewaktunya selalu di atas 200 mg/dl, walaupun telah diberikan berbagai kombinasi obat oral. Insulin yang diberikan adalah yang bersifat 'long acting' atau 24 jam sekali dan tetap minum obat oral dengan dosis yang lebih rendah tiap kali makan besar.